Cinta Tidak Mengenal Ras
(Puspa Rani Sanggar Sari)
gambar buku |
Judul Buku : Cinta
Bersemi Di Seberang tembok
Penulis
: Bagin
Penerbit
: Balai Pustaka, Jakarta 2004
Cetakan
: Ke 10
Tebal
: 143 Halaman
Harga
: Rp 17.000,00
Novel genre fiksi karya novelis
ini tergolong unik, karena di dalamnya terdapat semangat kebangsaan, persatuan
dan kesatuan. Inilah salah satu hal yang membuat karya Bagin terasa menarik.
Novel ini menceritakan sebuah
kisah cinta yang dramatis, penuh dengan pengorbanan dan tantangan. Dengan
diselingi sejarah pada masa penjajahan dan factor social budaya, membuat novel
ini terkesan unik dan tidak membosankan.
Di tengah kesibukannya menulis
cerpen dan artikel kebudayaan di sebuah majalah dan surat kabar, Bagin menyempurnakan novel ini
dengan baik. Dengan teknik bercerita yang apik dan kekayaan pengetahuan
kebudayaan penulisnya, membuat novel ini menarik untuk dibaca orang banyak.
Struktur pengisahan dalam novel
ini tidak linear. Struktur tersebut selaras dengan factor politik, social dan
kebudayaan yang memandang waktu bersifat non linear. Melalui struktur
pengisahan tersebut, Bagin memperkenalkan tokoh-tokoh novelnya yang cerdas,
terpelajar, bijaksana, tidak mudah putus asa dan pantang menyerah.
Kisah diawali ketika Yusuf yang
menderita akibat penjajahan Belanda dan Jepang. Dan dengan perjuangan para
pahlawan kita, Indonesia
dapat merdeka dan keluarga Yusuf terbebas dari penderitaannya. Beberapa tahun
kemudian, Yusuf telah menjadi sarjana Sejarah Kebudayaan. Yusuf tumbuh menjadi
anak yang cerdas dan bertanggung jawab. Dan pada suatu ketika, Yusuf jatuh
cinta kepada gadis Tionghoa. Ini menjadi kontroversi pada kedua pihak keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Karena, itu dapat melanggar kebudayaan dari
masing-masing ras tersebut. Karena kekokohan hati yang dimiliki Yusuf dan Lien
Min, akhirnya mereka menikah walaupun tidak disetujui oleh kedua belah pihak
keluarga. Dan seiring berjalannya waktu, kedua keluarga tersebut dapat menerima
keadaan bahwa anaknya telah menikah, dan akhirnya mereka hidup bahagia.
Kendati novel ini mengundang
banyak pujian dari beberapa pihak, ada beberapa catatan penting yang dapat kita
ajukan pada pengarangnya. Seperti pada novel-novel Indonesia lainnya, penulis-penulis
tersebut banyak mengambil tema percintaan yang berakhir dengan kebahagiaan.
Memang tidak ada salahnya mengambil tema percintaan, karena setiap manusia
membutuhkan cinta. Tapi mengapatidak membuat cerita fiksi percintaan ini dengan
sesuatu yang lain daripada yang lainnya.Terlepas dari retakan tersebut, novel
ini menggemakan sebuah kebenaran bagi kita tentang cinta yang tidak mengenal
etnik atau adat istiadat, walau moral kemanusiaan tetap dijunjung tinggi,
sebagai landasan tembok beku yang menunda proses menembus sejarah untuk membangun
babak baru moral manusia, melarasi cita kesatuan bangsa.**